skip to Main Content

BKN Gelar FGD Tentang Permasalahan Status dan Kedudukan Kepegawaian yang Terjerat Tipikor

Jakarta – Humas BKN, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengatur pemberhentian sementara sebagai PNS, tata cara pemberhentian sementara dan pengaktifan kembali serta tata cara pengaktifan kembali terhadap PNS yang melakukan tindak pidana/penyelewengan . Hal itu disampaikan Deputi Bidang Mutasi Kepegawaian, Aris Windiyanto saat membuka kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tentang Permasalahan Status dan Kedudukan Kepegawaian di Hotel Teraskita Jakarta, Senin (29/8/2022).

Aris melanjutkan, Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai instansi pembina manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui Direktorat Status dan Kedudukan Kepegawaian, diberikan tugas salah satunya yakni menyelesaikan permasalahan status kepegawaian. “BKN kerap menerima tugas untuk menyelesaikan permasalahan status dan kedudukan PNS yang sebelumnya terjerat kasus tindak pindana korupsi,” terangnya. Aris menambahkan, semoga kegiatan kali ini dapat menambah khasanah peserta serta menjadi ajang penyamaan persepsi tatkala sedang dalam penyelesaian isu-isu kepegawaian.

Di saat yang sama, Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Republik Indonesia, Hernowo Yulianto menjelaskan saat ini ada 7 (tujuh) golongan korupsi yang diatur, yakni (1) Perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara, (2) Suap menyuap, (3) Gratifikasi, (4) Penyalahgunaan jabatan, (5) Benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, (6) Perbuatan curang dan (7) Pemerasan. “Sesuai Undang-undang (UU) nomor 43 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1, PNS adalah setiap Warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.

Untuk itu, Hernowo menekankan tentang persamaan kedudukan di mata hukum, sehingga jika ada oknum ASN melakukan tindak pidana korupsi, harus tunduk dan patuh terhadap UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi.

Senada dengan Hernowo, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Emilwan Ridwan yang menjadi pembicara kedua, menjelaskan tentang 10 (sepuluh) area rawan korupsi, yakni (1) Pengadaan barang dan jasa pemerintah, (2) BUMN dan BUMD, (3) Perpajakan, (4) Minyak dan gas, (5) Perizinan, (6) Kepabeanan dan cukai, (7) Pengelolaan keuangan negara/daerah, (8) Aset negara dan daerah, (9) Pertambangan dan (10) Pelayanan umum. “Korupsi merupakan extraordinary crime yang berdampak hebat pada pelemahan nilai-nilai demokrasi, sendi-sendi perekonomian nasionalisme, penegakan hukum, menurunkan kualitas dan tatanan kehidupan masyarakat,” tutupnya.

Penulis: ber

Editor: dep

Back To Top