Komunikasi Asertif: Jalan Menuju Lingkungan Kerja yang Sehat dan Kondusif
Konflik pelik akibat terjadinya kesalahpahaman dalam berkomunikasi sering kali menciptakan rasa tidak nyaman dalam lingkungan kerja, maka itu tidak heran bila ilmu komunikasi menjadi penting. Tidak sekadar soal menyampaikan pesan, komunikasi mencakup kemampuan memahami konteks, menangkap makna tersirat, serta membangun hubungan yang sehat antara individu maupun kelompok. Namun, dalam dunia kerja konflik permasalahan komunikasi acapkali timbul mulai dari antar unit kerja, antar tim kerja, antara atasan dan bawahan, bahkan dengan sesama rekan kerja.
Budaya ewuh pakewuh atau canggung karena rasa tidak enak hati yang diterapkan secara berlebihan menjadi salah satu penyebab dalam permasalahan komunikasi menjadi berlarut-larut. Contoh nyata yang seringkali terjadi di tempat kerja di antaranya pegawai yang merasa tidak berani memberikan masukan pada saat rapat, terlebih bila pimpinan rapatnya memiliki temperamental tinggi. Lalu, atasan yang kecewa karena merasa tidak puas dengan kinerja bawahannya namun enggan mengomunikasikannya.
Selain itu, ada juga kasus di mana anggota tim yang merasa sungkan menyampaikan keberatan kepada Ketua Tim kerja manakala mendapat beban tugas yang berat secara terus menerus di luar porsi tugas dan kewenangannya. Serta, pemimpin yang mengeluhkan bawahannya tetapi memilih melakukan pembiaran terhadap pegawai yang melanggar disiplin, dan masih banyak contoh lainnya. Permasalahan komunikasi ini dapat mengganggu keharmonisan hubungan kerja dan bila terjadi pembiaran dalam jangka panjang akan menjadi bom waktu yang berdampak pada kinerja pegawai dan produktivitas dalam organisasi.
Komunikasi asertif di tempat bekerja
Dalam penerapannya, komunikasi asertif memiliki pendekatan yang berbeda dengan komunikasi efektif meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama. Pendekatan komunikasi efektif lebih fokus pada penyampaian pesan yang jelas, sederhana dan mudah dipahami. Sedangkan komunikasi asertif lebih fokus pada penyampaian pendapat dan kebutuhan dengan tegas dan lugas dengan tetap menghormati hak orang lain. Alberti, et al (2017) menjelaskan bahwa komunikasi asertif adalah gaya komunikasi seseorang yang mampu menyatakan pendapat, menyampaikan kebutuhan dan perasaannya secara jujur, tegas, lugas, serta sopan tanpa memaksa dan melanggar hak orang lain. Artinya, komunikasi asertif memungkinkan seseorang untuk menyuarakan apa yang ia pikirkan dan rasakan dengan cara yang jelas dan terbuka, namun tetap mempertimbangkan hak dan kenyamanan orang lain dengan penuh empati dan rasa hormat.
Seseorang yang melakukan komunikasi secara asertif mampu mengatakan “tidak”, berani menyampaikan keberatan dan kritik yang konstruktif secara terbuka. Hal ini menandakan bahwa komunikasi asertif adalah instrumen penting dalam mendukung transparansi komunikasi di lingkungan kerja. Dengan perilaku asertif ini justru lingkungan kerja menjadi terasa lebih profesional, tidak ada batasan karena perasaan sungkan, canggung, atau tidak enak hati. Secara tindakan, komunikasi asertif juga memiliki perbedaan yang signifikan dengan komunikasi pasif (diam, memendam dan mengalah secara terus menerus) dan agresif (menekan, memaksakan kehendak, emosional). Contoh konkret komunikasi asertif di antaranya: “Saya keberatan kalau harus mengerjakan semua ini dalam waktu singkat karena saya sedang ada pekerjaan penting lain, apakah bisa saya dibantu dengan rekan kerja lainnya?”, “menurut pendapat saya, ada beberapa poin yang perlu dikaji lebih mendalam berdasarkan hasil evaluasi tahun sebelumnya, sehingga menghindari kesalahan/kegagalan yang berulang”, “Kondisi badan saya sedang tidak fit, apa boleh saya izin tidak menghadiri acara ini?”, “Saya merasa kewalahan ketika Anda sering mengubah deadline tugas mendadak. Saya harap kita bisa mendiskusikan perubahan deadline lebih awal agar saya bisa mengatur pekerjaan dengan lebih baik”.
cr: https://www.clipartmax.com
Manfaat komunikasi asertif
Penerapan komunikasi asertif oleh individu maupun organisasi memberikan berbagai manfaat yang signifikan. Perilaku asertif dapat menciptakan hubungan yang jujur, terbuka, dan saling menghargai antar rekan kerja, atasan, maupun bawahan. Selain itu, komunikasi yang jelas dan langsung membantu menghindari kesalahpahaman serta mencegah konflik berulang yang dapat mengganggu dinamika kerja. Lingkungan kerja yang didukung oleh komunikasi asertif juga cenderung lebih sehat secara psikologis, karena mampu mengurangi stres, meningkatkan kepercayaan diri pegawai, serta membentuk citra positif secara personal maupun profesional. Pada tingkat organisasi, hal ini berdampak langsung pada peningkatan kinerja dan produktivitas, sekaligus menciptakan suasana kerja yang kondusif dan mendukung kolaborasi. Dengan demikian, kemampuan berkomunikasi secara asertif menjadi aspek yang sangat penting dan perlu dikembangkan dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang sehat, harmonis, dan efektif.
Penulis: Sulistyo Widyanti
Unit: Direktorat Kompensasi ASN