skip to Main Content

PERAN PIMPINAN DALAM PENGUATAN BUDAYA KERJA BERAKHLAK

PENDAHULUAN
Pada tanggal 27 Juli 2021 Presiden Republik Indonesia telah meluncurkan core values (nilai-nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan employer branding ASN “Bangga Melayani Bangsa”. Hal ini dikuatkan dengan diterbitkannya Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 2020 tahun 2021 tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara. Sebagian Instansi Pemerintah menindaklanjutinya dengan menerbitkan surat edaran yang mengatur ASN di lingkungan instansi masing-masing. Seperti yang tercantum pada surat edaran, bahwa sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan ASN menuju world class government, maka diperlukan keseragaman nilai-nilai dasar ASN yang menjadi prinsip bagi
setiap ASN dalam bertindak sesuai jabatannya. Dalam roadmap nasional, penguatan budaya kerja ASN BerAKHLAK untuk tiap tahunnya memiliki fokus. Tahun 2022 berfokus pada sosialisasi dan internalisasi budaya BerAKHLAK, tahun 2023 berfokus pada aktivasi budaya BerAKHLAK, dan tahun 2024 berfokus pada penguatan budaya BerAKHLAK. Terdapat 4 output yang ditargetkan tercapai pada 2024 dalam penguatan budaya BerAKHLAK yaitu 1) peningkatan indeks budaya BerAKHLAK & Employer Branding; 2) baseline indeks pengukuran engagement karyawan; 3) peningkatan indeks penilaian individu core values BerAKHLAK dalam SKP, dan; 4) peningkatan indeks kepuasan stakeholders. Dari keempat output tersebut diharapkan menghasilkan dampak terhadap perbaikan citra publik terhadap ASN dan peningkatan minat publik menjadi ASN yang bangga melayani bangsa. Seperti yang kita ketahui bahwa pimpinan merupakan salah satu pilar
dalam organisasi yang memiliki peran signifikan sebagai penentu arah kebijakan dan menjaga agar kinerja tetap selaras dengan tujuan organisasi. Begitu pula pada penguatan budaya kerja, peran pimpinan sangat diperlukan agar nilai-nilai yang telah disepakati dapat terinternalisasi dan menjadi jiwa dalam setiap tindakan para pegawainya. Tulisan ini disusun untuk memberikan beberapa penjelasan dan opini terkait peran pimpinan dalam suatu Instansi dalam upaya penguatan budaya kerja BerAKHLAK.

PEMBAHASAN
Setiap organisasi dalam skala apapun pasti memiliki seorang pemimpin. Pemimpin dalam instansi pemerintah merupakan sebuah jabatan yang diperoleh berdasarkan penunjukkan langsung Presiden seperti Menteri, proses seleksi seperti Deputi dan Direktur, atau melalui hasil pemetaan kompetensi untuk tingkat pimpinan setara eselon IV. Seorang pemimpin pada umumnya diharapkan memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang melekat dan mempengaruhi unit organisasinya. Kepemimpinan menurut George R. Terry adalah sebuah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain. Pengaruh tersebut dilakukan untuk mengarahkan dalam mewujudkan tujuan dari sebuah organisasi. Sedangkan menurut Sondang P. Siagian kepemimpinan bisa diartikan sebagai sebuah kemampuan yang dimiliki seseorang ketika menjabat sebagai seorang pemimpin di dalam organisasi tertentu. Berdasarkan kajian beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah sebuah seni dalam menggerakkan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi, seperti para pegawai, anggaran, relasi, dan keterkaitan tugas dan fungsi dengan unit lainnya. Sebagian besar faktor keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya terletak pada sifat kepemimpinan yang ada pada para pemimpin organisasi. Terdapat beberapa teori kepemimpinan yang telah dikenal secara luas, antara lain yaitu:

  1. Teori Sifat
    Berdasarkan teori ini, seseorang dengan sifat kepribadian tertentu akan memiliki kecakapan dalam kepemimpinan. Teori ini berfokus pada analisa karakteristik fisik, mental, dan sosial untuk memperoleh pemahaman tentang karakteristik umum di antara para pemimpin.
  2. Teori Situasional
    Teori ini beranggapan bahwa gaya kepemimpinan harus didasarkan pada situasi yang terjadi. Pemimpin diharapkan peka dan adaptif dengan situasi dan perubahannya.
  3. Teori Transaksional
    Gaya kepemimpinan didasarkan kesepakatan antara pemimpin dan pegawainya. Mekanisme reward and punishment dapat diterapkan dalam kesepakatan atas ekspektasi pimpinan dan kinerja pegawai.
  4. Teori Transformasional
    Inti teori ini adalah pendekatan personal pemimpin dengan pegawai atau organisasi dengan tujuan untuk memberikan motivasi demi mencapai tujuan bersama.

Pembahasan terkait kepemimpinan tidak lepas dari organisasi, dalam konteks ini yaitu pemerintah. Pemerintah telah melakukan sebuah reformasi dalam jenjang strukturnya melalui penyederhanaan birokrasi dengan mengalihkan pejabat administrasi menjadi pejabat fungsional. Perubahan ini diharapkan dapat memangkas hirarki sehingga sistem kerja menjadi lebih lincah, kolaboratif, agile, dan responsif terhadap kebutuhan customer. Penyederhanaan birokrasi akan berdampak pada proses pengambilan keputusan yang lebih cepat, mendorong upaya kolaborasi dengan dasar pencapaian tujuan, serta mengembangkan budaya kerja yang lebih inovatif. Agile dalam organisasi dimaknai dengan perilaku organisasi yang terfokus pada aksi, kerja tim, pemanfaatan digitalisasi, kepemimpinan yang mampu mengarahkan dan menggerakkan, serta adaptif dengan perubahan. Tentu saja dalam menyikapi perubahan birokrasi ini perlu dukungan SDM yang cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan memiliki karakter. Sehingga, disusunlah core values ASN yang sesuai dengan kebutuhan tersebut, yaitu core values BerAKHLAK dengan penjelasan sebagai berikut:

  1. Berorientasi Pelayanan
    ASN dapat memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat, ramah, cekatan, solutif, dapat diandalkan, dan melakukan perbaikan tiada henti.
  2. Akuntabel
    ASN melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin, berintegritas, dan tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan.
  3. Kompeten
    ASN selalu meningkatkan kompetensi diri, mau membantu orang lain belajar, dan menyelesaikan tugas dengan kualitas terbaik.
  4. Harmonis
    ASN menghargai setiap orang, menolong orang lain, dan membangun lingkungan kerja yang kondusif.
  5. Loyal
    ASN memegang teguh Pancasila, UUD 1945, setia kepada NKRI, menjaga nama baik ASN, Pimpinan, Instansi, dan Negara, serta menjaga rahasia jabatan dan negara.
  6. Adaptif
    ASN cepat menyesuaikan diri dengan perubahan, mengembangkan inovasi dan kreatifitas, serta proaktif.
  7. Kolaboratif

ASN membuka kesempatan berbagai pihak untuk berkontribusi, terbuka untuk bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah, dan menggerakkan berbagai sumber daya demi tujuan bersama. Core values ASN tersebut disusun dengan harapan dapat menjadi pedoman bagi setiap ASN dalam menjalankan tugasnya. Tidak hanya sebatas diketahui, tetapi juga diharapkan menjadi jiwa bagi setiap ASN dalam bertindak. Pada praktiknya mungkin terdapat tantangan yang dihadapi terutama pasca penyederhanaan birokrasi di beberapa lini jabatan. PNS yang semula menduduki jabatan administrator dan pengawas diharuskan beralih ke jabatan fungsional menimbulkan culture shock seperti perasaan powerless karena kehilangan kewenangan untuk memerintah. Tidak ada lagi pegawai yang bisa diperintah karena tidak ada lagi jenjang hierarki. Beberapa menjadi ‘fungsional rasa struktural’ yang masih terbiasa memberikan tugas layaknya atasan kepada bawahan. Sebenarnya pengalihan jabatan struktural ke fungsional akan memberikan dampak positif bagi pegawai karena dapat lebih fokus kepada kinerja, pola karier lebih cepat dan luas. Jadi perspektif yang diterapkan bukan lagi pemberian perintah atau tugas, tapi kolaborasi antar pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan bersama. Pola kerja yang menggantikan jenjang hierarki adalah tim kerja yang dibentuk berdasarkan tujuan dan kemampuan. Ketua tim tidak harus pimpinan unit kerja, melainkan dari berbagai jenjang jabatan bahkan jabatan fungsional pertama dapat menjadi ketua tim apabila dinilai menguasai dan mampu. Untuk membentuk pola kerja yang baik, maka ego pribadi dan sektoral perlu dikurangi dan digantikan dengan jiwa besar yang bersedia menerima perubahan dan menjalin kolaborasi yang saling menguntungkan. Pimpinan memiliki peran dalam membawa organisasi bertumbuh dengan adaptif. Sebuah pertumbuhan akan selalu diiringi dengan perubahan. Maka perubahan adalah hal yang pasti dan tidak terhindarkan apabila ingin birokrasi tumbuh. Dunia global kini tampak tidak ada lagi sekat karena kemudahan akses informasi dan maraknya penggunaan sosial media. Hal ini juga membuat ekspektasi customer terhadap layanan birokrasi meningkat. Layanan birokrasi yang semula lama, menggunakan dokumen fisik dan berjenjang, kini harus diubah dengan layanan digital yang cepat, ringkas, dan dapat dipantau langsung oleh customer. Pertumbuhan juga memerlukan perbaikan tiada henti. Ketika berhenti melakukan perbaikan maka di saat itu pula organisasi berhenti tumbuh. Birokrasi diharapkan lebih terbuka terhadap kritik dari customer, sehingga dapat membenahi kekurangannya. Hampir di setiap instansi pemerintah saat ini memiliki layanan pengaduan yang dapat dipantau secara langsung oleh pimpinan. Hal ini dapat menjadi sebuah pintu perubahan, namun hanya jika pengaduan tersebut ditindaklanjuti secara bijak dan menjadi sebuah perbaikan. Satu pencapaian organisasi bukan merupakan titik akhir, namun sebuah langkah untuk pencapaian selanjutnya. Memang bukan hal yang mudah untuk mempertahankan prestasi, maka pimpinan hendaknya menjadi teladan dalam integritas. Seorang pemimpin harus memiliki visi ke depan yang jelas dan bersifat jangka panjang. Kemampuan melihat masa depan akan menimbulkan keselarasan antara langkah yang diambil dengan tujuan yang akan dicapai. Selain itu, para pegawai akan melihat dan mengamati seorang pemimpin, bagaimana kejujuran, nilai-nilai kebajikan, konsistensi antara apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan, serta etika mereka. Moralitas dan etika pemimpin sangat berpengaruh bagi para pegawai dan organisasi. Pemimpin yang memiliki integritas akan menjadi contoh pegawai dalam bertindak serta berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya. Relasi antar bagian atau instansi juga akan terjalin atas dasar tujuan bersama bukan transaksi untung-rugi. Integritas organisasi akan berdampak pada good governance dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Berdasarkan data statistik ASN dari BKN dapat diketahui bahwa kelompok usia 20-40 tahun sebesar 37% dan pejabat fungsional mendominasi sebesar 56% diikuti oleh pelaksana sebesar 35%, sementara jabatan pimpinan tinggi sebesar 1%. Salah satu persyaratan untuk menduduki jabatan pimpinan tinggi setingkat eselon II adalah golongan IV/a yang jika dihitung maka perlu melalui masa kerja kurang lebih selama 16 tahun. Apabila seseorang menjadi CPNS di usia 25 tahun, tanpa percepatan karier dan telah memenuhi persyaratan, dapat menduduki golongan IV/a di usia 41 tahun. Pada kisaran usia 40 tahun seseorang masih berada dalam kondisi prima untuk mempelajari hal baru. Pemimpin tersebut memiliki para pegawai yang dominan dengan rentang usia yang lebih muda, lebih segar, dan sangat adaptif terhadap teknologi sangat dimungkinkan memiliki skill yang tinggi.
Disinilah peran pimpinan untuk mengembangkan potensi organisasi demi penyelesaian tugas dengan kualitas terbaik. Seorang pemimpin adalah pembelajar sejati yang tidak pernah merasa cukup atas pengetahuan yang dimiliki saat ini. Perkembangan global dan kebijakan pemerintah sangat cepat berubah, sehingga pengetahuan perlu selalu diperbarui. Ego bahwa seorang pemimpin adalah seseorang yang menguasai segalanya perlu diturunkan, apabila pegawai memiliki skill atau metode yang lebih efektif untuk menyelesaikan pekerjaan maka pemimpin pun perlu belajar kepada pegawai. Peningkatan kompetensi pegawai juga bisa dilakukan dengan sharing knowledge, sebuah usaha yang mudah dan minim biaya. Sehingga, tidak ada batasan lagi dalam meningkatkan kompetensi diri sendiri, pegawai, dan organisasi.
Lingkungan kerja yang kondusif akan menciptakan kenyamanan kerja yang berujung pada peningkatan produktifitas. Pimpinan perlu membangun lingkungan kerja yang harmonis dengan hubungan saling menghargai. Begitu pentingnya perasaan diperlakukan sebagai “manusia” dengan nilai-nilai kemanusiaan sampai dipelajari secara khusus pada cabang ilmu filsafat eksistensialis. Perasaan nyaman, penghargaan, dan saling menghargai dalam suatu lingkungan sangat perlu untuk diperhatikan oleh pimpinan. Menganggap orang-orang di sekitar sebagai individu yang memiliki peran penting, akan membuat seorang pemimpin juga menjadi penting bagi mereka.
Ideologi Pancasila merupakan nilai luhur yang menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia. Peran ASN sebagai pemersatu bangsa, maka diharapkan bisa selalu menyebarkan informasi positif tentang ASN, pemimpin instansi, dan negara. Pimpinan perlu menjamin penerapan nilainilai Pancasila dalam organisasi. Penggunaan sosial media dengan bijak perlu selalu dihimbau kepada para pegawai agar tidak memberikan komentar yang bersifat memecah belah kesatuan NKRI, dan tidak menyukai postingan dengan tendensi serupa. Terutama dalam masa pemilu, setiap ASN harus sangat berhati-hati dan bijak dalam menggunakan sosial media. Peggunaan sosial media yang kurang berhati-hati oleh ASN dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat dan hukuman disiplin pada ASN yang bersangkutan.ASN juga diharapkan dapat selalu menjaga nama baik instansi untuk tetap mempertahankan kepercayaan publik. Bukan hal baru lagi bahwa organisasi perlu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak sebagai salah satu upaya untuk mencapai tujuan dan mempertahankan eksistensi. Peran pimpinan untuk menjalin hubungan baik antar bagian/instansi agar dipertahankan. Pimpinan dapat melakukan terobosan terkait kegiatan prioritas dengan menggandeng instansi lain yang dapat menguntungkan kedua belah pihak, dalam arti mencapai tujuan bersama dengan hasil terbaik.

PENUTUP
Budaya kerja BerAKHLAK merupakan nilai dasar yang harus dimiliki dan ditaati oleh setiap ASN. Dengan semangat bangga melayani bangsa, ASN perlu selalu berorientasi pada pemberian layanan terbaik yang menghasilkan kepuasan customer. Pimpinan sebagai ‘nahoda’ yang mengarahkan organisasi sangat perlu berperan dalam penguatan core values BerAKHLAK yang telah diinternalisasikan pada 2022 silam. Menurut penulis, dengan memperhatikan perubahan yang sangat dinamis, teori situasional menjadi dasar yang baik bagi kepemimpinan. Pendekatan social learning dapat digunakan sebagai model yang menjamin kelangsungan, interaksi, dan timbal balik antara pemimpin, perilaku pemimpin, dan lingkungan. Pemimpin dan bawahan memiliki kesempatan untuk dapat duduk bersama dan membahas alternatif solusi dari sebuah permasalahan. Organisasi yang hidup adalah organisasi yang harmonis dan saling menghargai. Pemimpin harus peka dan adaptif terhadap perubahan lingkungan, teladan dalam integritas dan kesetiaan pada ideologi bangsa, pembelajar,menjaga keharmonisan dalam dan antar organisasi. Dampak yang diharapkan dari keberhasilan agenda penguatan core values BerAKHLAK yang dicanangkan pada 2024 yaitu perbaikan citra publik terhadap ASN dan peningkatan minat publik menjadi ASN, yang bangga melayani bangsa.

DAFTAR PUSTAKA
Thoha, Miftah. 2020. Kepemimpinan dalam Manajemen. Depok: Rajawali Pers.
Noviandaru, Ayub R. 2023. The Leadership Tricks. Depok: CV. Abadi Selaras Karya.
Supardy, Satia. 2023. Sumpah/Janji PNS Memperkuat Core Value ASN BerAKHLAK. Civil Apparatus Policy Brief BKN, No. 052.
Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 2020 tahun 2021 tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara.
Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14 Tahun 2022 tentang Nilai-Nilai Core Values ASN BerAKHLAK dan Perwujudan Perilaku Insan BKN di Lingkungan Badan Kepegawaian Negara.
Roadmap Budaya Kerja ASN 2022-2024. 2022. Kementerian Pendayagunaan Negara dan Reformasi Birokrasi.

Pengertian Kepemimpinan: Aspek, dan Macam Teori Kepemimpinan


https://www.bkn.go.id/unggahan/2022/07/Booklet-BERAKHLAK-Rev.pdf

 

Penulis: Lukita Werdhani

Back To Top