skip to Main Content

Sistem Work From Anywhere (WFA) bagi ASN Sebagai Sistem Kerja yang humanis dan dinamis menjawab tantangan era VUCA yang ditruptif #BKN Work From Anywhere

Nama : Syonten G.R.I. Hindom,S.AP
Jabatan : Analis Kinerja
Unit Kerja : Substansi Fasilitasi Kinerja Bidang Pengembangan & Supervisi Kepegawaian Kantor Regional IX BKN Jayapura.

Work From Anywhere (WFA) yang secara global dikenal lewat istilah “Flexible Working Arrangements” (FWA) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah sebagian dampak kecil yang timbul di era VUCA yang diwarnai timbulnya berbagai fenomena yang memaksa pemerintah untuk bergerak cepat dan melakukan bebagai perubahan demi menjamin terlaksananya tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) dalam suatu sistem pola kerja yang baru. Salah satu alasan terbesarnya adalah merebaknya kasus penyebaran virus COVID-19 yang mengharuskan pemerintah memformulasikan suatu sistem kerja yang mengedepankan budaya kerja yang profesional dan berkinerja tinggi dalam kerangka pengimplementasian kebijakan pemerintah tentang pembatasan sosial berskala besar. Sedangkan yang selalu menjadi perdebatan saat ini adalah bagaimana penerapan penerapannya pada masa New Normal Protocol atau Pasca Pandemi Covid-19 dapat memberi outcome yang positif terhadap peningkatan kinerja instansi pemerintah dalam memenuhi setiap rencana strategis pemerintah secara nasional terutama dalam spirit penyederhanaan birokrasi saat ini. Membahas tentang reformasi birokrasi tidak terlepas dari akarnya yakni konsep dasar Tata Kelola Pemerintahan yang baik (Good Governance), akan tetapi berbicara tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai sumber daya manusia dalam organisasi institusi pemerintahan (Human Capital) sudah tentu harus dikaitkan dengan berbagai prinsip dasar ilmu manajemen khususnya manajemen sumber daya manusia (MSDM). Secara kasat mata hal itu dapat kita lihat lewat pemaknaan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi saat yang terjadi di hampir seluruh institusi pemerintahan. Akan tetapi lebih implikatif apabila dilihat dari penerapannya secara global. Kemudian pada akhirnya hal tersebut dijadikan “lesson learned” yang dapat diinternalisasikan dalam segenap tugas dan fungsi BKN secara konkrit lewat pelayanannya kepada segenap pemangku kepentingan yang ada.

 

APA SAJA YANG BERUBAH SAAT & PASCA PANDEMI COVID 19 ?

Pergeseran Pola Kerja sebagai respon dari Perubahan Perilaku Konsumen

Pergeseran pola kerja yang terjadi dalam penyelenggaraan birokrasi di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh kebutuhan pemangku kepentingan terhadap ketersediaan layanan tanpa pengecualian sebagaimana dipotret oleh Yuswohady dalam bukunya yang berjudul “Consumer Megashift 100 Post-Pandemic” dengan konsep “The Four Mega Shift Consumer Behaviour in Covid-19”. Disana disebutkan bahwa pergeseran terhadap perilaku konsumen yang ikut melatarbelakangi urgensitas perubahan pola kerja industri maupun intitusi pemerintahan saat ini. 

Perubahan tersebut dimulai dari konsep Stay at Home Lifestyle yang memungkinkan segala aktivitas yang dahulunya tidak dapat dilakukan dirumah menjadi suatu aktivitas rutin yang dapat dilakukan dirumah; Kemudian Back to Bottom of The Pyramid (Piramida Maslow) dimana kebutuhan manusia yang dahulunya berada pada tingkatan self-actualization dan self-esteem yang menjadikan liburan atau hiburan sebagai kebutuhan pokok kemudian kembali pada tingkatan paling dasar karena pandemi yang menimbulkan ketakutan akan kematian, kehilangan pekerjaan dan penghidupan serta ketakukan tak dapat beraktualisasi seperti sedia kala. Kebutuhan itu bergeser pada kebutuhan dasar manusia pada awalnya diera teknologi informari 4.0 yakni tentang kebutuhan makan dan minum, kebutuhan kesehatan dan keselamatan, dan kebutuhan akan akses internet;. Disusul oleh Go Virtual yang dipandang sebagai katalis adopsi digital yang kental dengan konsep bisnis “low-touch dan less-crowd economy”. 

Pandemi Covid-19 sebagai katalis transisi merubah semua jenis kegiatan yang dahulunya dilakukan dengan mempertemukan manusia secara fisik menjadi akvitas yang dilakukan secara virtua dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun selama ditunjang oleh sarana dan prasana pendukungnya seperti jaringan internet dan perangkat komputasi dan;  Poin perubahan yang terakhir yaitu Empathic Society atau masyarakat yang penuh dengan empati, welas asih dan sarat solidaritas sosial dalam menghadapi badai pandemi Covid-19. Hal ini kemudian memantik munculnya keperdulian sosial sebagai “building brand” yang paling ampuh terhadap berbagai aktivitas yang kemudian membangkitkan berbagai aktivitas berbasis sosial kemasyarakatan yang dilakukan oleh berbagai pihak. 

Keempat aspek itulah yang kemudian secara eksplisit dapat dimaknai sebagai perubahan yang mengembalikan aspek pengelolaan ASN yang dahulunya terkesan tinggi akan beban pekerjaan di tempat dan waktu kerjanya menjadi lebih humanis dengan memperhatikan hal-hal mendasar yang erat hubungannya dengan iklim dan budaya organisasi secara umum.

 

APA ITU FLEXSIBLE WORKING ARRANGEMENT ?

Lesson Learned dari kebijakan “Flexible Working Arrangement” oleh United Nations (UN)

Program prioritas pembangunan secara nasional tidak terlepas dari target dunia internsional yaitu Sustainable Development Goals 2030 dalam dokumen FGD’s. Karenanya UN atau PBB dapat dijadikan referensi pilihan terhadap pengembangan konsep WFA di Indonesia. Flexible Working Arrangement didefenisikan oleh PBB / UN  dalam Flexible Working Arrangements (ST/SGB/2019/3) dalam tatanan “Organizational Resilience Management System (ORMS)” sebagai penyesuaian terhadap ketentuan waktu dan tempat kerja yang normal dimana ketentuan jam kerja normal dimungkinkan bervariasi antar setiap unit kerja dengan tujuan memungkinkan para pengelola / pejabat mengimplemtasikan “work life-balance” secara optimal sembari memastikan tercapainya sasaran kerja organisasi secara efektif dan efisien. Kemudian dikatakan bahwa flexible working arrangement harus dibedakan dari kata “leave” atau pergi. Pergi / leave dapat ditetapkan sebagai tindakan mangkir dari tugas / absen tanpa melalui izin dan perintah atasan yang berwenang. Selain itu disebutkan bahwa kebijakan tersebut di tingkat organisasional dikaitkan dengan “resilience management system” dan ditujukan untuk memfasilitasi keberlangsungan proses bisnis institusi secara berkelanjutan maka staff dimungkinkan untuk bekerja dari tempat kerja alternatif diluar kantor. Pada bagian akhirnya disebutkan juga bahwa organisasi / institusi harus sebisa mungkin menyediakan perangkat kerja dan sumber daya yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan tugas yang dibebankan padanya.

Selanjutnya, pelajaran berharga sebagai modal awal penerapan WFA ASN di Indonesia atau BKN Work From Anywhere dapat kita lakukan dengan bercermin pada ORMS oleh PBB yang berlandaskan prinsip (1) Manajemen Risiko berbasis perencanaan dan implementasi yang tanggap terhadap deteksi / identifikasi dini resiko dan efektifitas proses assesment terhadap resiko, (2) Standarisasi yang Fleksibel dalam penyelenggaraan core bussiness, tanggung jawab dan praktek-prakter yang merefleksikan tata kelola PBB lewat mandat dan konteks serta peningkatan pemanfaatan sumberdaya dan proses yang berlangsung, (3) Implementasi yang Harmonis dan Terintegrasi dalam hal perubahan unsur perencanaan, struktur dan perilaku organisasi yang terimplementasi secara hamonis didalam tata kelola PBB serta lewat koordinasi dan kolaborasi bersama berbagai negara anggota dan stakeholder kunci lainnya. (4) Pemaksimalan pembelajaran organisasi lewat implementasi ORMS dalam hal mengidenfitikasi, menilai, mendokumentasikan, pengaplikasian secara berkelanjutan dalam pengembangan / pembangunan atau kebijakan dan prosedur dan pengembangan bersama dengan unit kerja PBB lainnya atau stakeholder yang relevan.  Selain itu pada bagian akhir ditetapkan disana bahwa Chief Executive Board sebagai pemilik kebijakan dapat mendelegasikan pelaksanaanya kepada unit kerja yang dinilai sesuai. Selanjutnya pimpinan unit kerja penerima pendelegasian tugas dapat memadukan kebijakan tersebut dalam perangkat aturan internalnya sendiri sesuai dengan framework regulatorynya, serta kewenangan dan kebutuhan pengimplementasiannya. Hal ini kemudian berlanjut secara bertingkat dari setiap unit kerja.

 

MENGAPA KONSEP WFA MUNCUL DAN KAITANNYA DENGAN BUDAYA ORGANISASI ?

Iklim dan Budaya Organisasi

Perubahan yang berlangsung cepat lewat reformasi birokrasi ikut merubah iklim dan budaya instansi pemerintah. Defenisi Iklim organisasi dalam berbagai literatur dan penelitian menurut The Oxford Handbook of Organizational Climate and Culture  sampai saat ini tidak dapat dirumuskan dalam satu konsensus yang ideal. Akan tetapi hal tersebut kemudian membangkitkan perdebatan terhadap tiga (3) dimensi dari iklim organisasi.

 Pertama, dalam faham “structuralist” yaitu tentang siapakah pemilik iklim organisasi itu, apakah milik setiap individu pribadi dalam organisasi ataukah lingkungan organisasi itu ?. 

Kedua, dalam faham “interactionist” dengan penekanan pada kepribadian individu anggota organisasi dalam berinteraksi bersama orang lain sebagai bentuk dari iklim organasasi dimana ada hubungan erat antara para anggota organisasi dengan lingkungannya. 

Ketiga, dalam faham “molar” yang kemudian membedakan antara pola interaksi / hubungan anggota organisasi dengan lingkungan organisasi sehingga ada hubungan erat yang tercipta akan tetapi secara konseptual merupakan dua hal yang berbeda. Perdebatan ini kemudian berujung pada konsep dimana adanya kemiripan antara iklim organisasi dan budaya organisasi. 

Dengan demikian dapat dikatakan instansi pemerintah dalam kedudukannya sebagai organisasi dari segi aspek budaya serta iklimnya melibatkan manusia dan aspek kemanusiaannya seperti peran, interaksi dan nilai-nilai hidup dalam hubungannya dengan lingkungan organisasinya.

 

Budaya Organisasi sebagai bentuk adaptasi internal dan eksternal organisasi.

Implikasi yang dibawa oleh budaya organisasi dalam iklim organisasi nyata dalam peningkatan kemampuan institusi pemerintah untuk beradaptasi terhadap perubahan di era distruptif saat ini dikaitkan dengan fungsi fundamental dari budaya organisasi itu sendiri. Hal ini nyata dalam fungsi organisasi dari pendapat Robbins (2001) yang diadopsi Burso (2018) diantaranya (1) Menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain, (2) Membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, (3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen anggota pada organisasi lewat proses internalisasi, (4) Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan anggota organisasi yang satu dengan lainnya, serta memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan, (5) Budaya organisasi akan memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan, baik dalam berinteraksi di internal maupun eksternal organisasi. 

Kaitannya dengan konteks peningkatan kemampuan instansi pemerintah untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada maka fungsi tersebut dibagi dua penerapannya yakni adaptasi internal dan eksternal sebagaimana tergambar pada diagram berikut ini.

Sumber: Teori-Teori Manajemen Sumber Daya Manusia, Busro, 2018

 

APA SAJA KEBIJAKAN BUDAYA ORGANISASI DALAM LINGKUP SISTEM MANAJEMEN ASN SECARA NASIONAL ?

Core Values ASN sebagai Budaya Organisasi ASN Masa Kini

Presiden Joko Widodo pada tanggal 27 Juli 2021  meluncurkan core values (nilai-nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan employer branding ASN “Bangga Melayani Bangsa” sebagai wujud nyata dari strategi penguatan budaya kerja lewat transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (world class government) dan semangat melaksanakan ketentuan perundang-undangan tentang ASN (UU 5 Tahun 2014). Seturut dengan hal tersebut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi kemudian menerbitkan Surat Edaran Nomor 20 tahun 2021 sebagai landasan hukum dan pedoman pengimplementasiannya bagi setiap komponen ASN baik instansi pemerintah di tingkat kementerian, lembaga maupun instansi daerah.

 

Penguatan Budaya Ber-AKHLAK Tahun 2024

Menargetkan penguatan budaya BerAKHLAK di tahun 2024, MENPAN-RB merumuskan langkah strategis upaya pencapaian tersebut ke dalam sepuluh (10) langkah yang dilakukan secara bertahap di tahun 2022 melalui (1) Penguatan komitmen lewat penyelenggaraan forum pimpinan, (2) Penyelarasan sistem yang dimulai lewat Sosialisasi Sistem Penilaian Individu Core Values BerAKHLAK dalam SKP berdasarkan Permenpan RB No. 6 Tahun 2022, (3)Perubahan individu yang dihasilkan lewat pelatihan Internalisasi Ber-AKHLAK, (4) Pemetaan Budaya yang dicapai lewat sosialisasi & partisipasi pengisian pengukuran kesehatan budaya organisasi / indeks BerAKHLAK, Employee Engagement & Employer Branding, (5) Penentuan Agenda Perubahan dalam penyusunan roadmap, rencana aksi program aktivitas budaya dan anggaran biaya, (6) Pengelolaan Agen Perubahan lewat aktivitas tim agen perubahan, (7) Eksekusi rencana aksi dalam sosialisasi roadmap, rencana aksi, simbol/artefak ke setiap ASN di instansi pemerintah, (8) Kampanye berkelanjutan lewat perancangan media dan materi serta implementasi kounikasi BerAkhlak, (9) Monitoring & Evaluasi berkala dalam forum komunikasi berkala tim agen perubahan serta pelaporan program sosialisasi, internalisasi, dan aktivitas budaya BerAKHLAK, dan (10) Penghargaan melalui penganugerahan penghargaan atas pencapaian Indeks Budaya BerAKHLAK. Kesepuluh langkah stategis yang ditetapkan oleh MENPAN-RB merupakan upaya untuk mencpai target tahap aktivasi / aktualisasi pelaksanaan budaya Ber-AKHLAK di tahun 2023. Sebagai target kebijakan secara nasional BKN tidak telepas dari perannya dalam mendukung hal tersebut.

 

KALAU BEGITU, APA SAJA PERAN BKN DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA ORGANISASI ASN BERAKHLAK ?

Tugas dan Fungsi BKN dalam konteks reformasi birokrasi lewat WFA

BKN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen kepegawaian negara sesuai ketentuan perundang-undangan (PerBKN No.2 Tahun 2020). Sedangkan kaitannya dengan penerapan budaya kerja berkinerja tinggi lewat Core Values ASN Ber-AKHLAK terkait erat dengan beberapa butir fungsinya seperti penyusunan dan penetapan kebijakan teknis di bidang manajemen kepegawaian dalam pelaksanaan kebijakan nasional yang ditetapkan pemerintah; penyelenggaraan sistem informasi manajemen kepegawaian dalam mendukung penyelenggaraan SPBE menjawab visi Presiden pada Satu Data ASN; penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan teknis manajemen kepegawaian sesuai NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria) Kepegawaian ASN;  penelitian dan pengembangan di bidang manajemen kepegawaian yang ikut memberi sumbangsih terhadap pengembangan sistem manajemen kepegawaian ASN secara nasional; serta penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan di bidang manajemen kepegawaian dalam mendukung pelaksanaan manajemen kepegawaian negara yang berkualitas. Selain itu BKN diberi tugas untuk memastikan terselenggaranya manajemen talenta nasional seturut wangsitnya di dokumen RPJMN Tahun 2022.   

 

SETELAH BELAJAR DARI BERBAGAI HAL TERSEBUT DIATAS APA YANG DAPAT BKN IMPLEMENTASIKAN DALAM SISTEM WFA ?

Pengintegrasian Budaya ASN Ber-AKHLAK dalam Kode Etik Pegawai BKN.

Dalam peringatan HUT BKN secara rutin dan bahkan sampai peringatan hari jadinya ke-74 saat ini seringkali lagu “Rumah Kita” ciptaan God Bless band lawas Indonesia seringkali dinyanyikan dan diperdengarkan saat sermonial acara maupun resepsi peringatan hari jadinya. Lagu itu mengandung makna dan harapan BKN untuk kembali membangun diri dan memastikan terlaksananya segenap kebijakan nasional yang diembannya sebagai tanggung jawab sebelum menjalankan segenap tugas dan fungsinya sebagaimana diamanatkan di berbagai naskah akademis maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap instansi binaanya secara nasional. 

Demikian juga halnya kode etik sebagai pedoman berperilaku pegawai BKN yang tertuang dalam Peraturan Kepala BKN No.32 Tahun 2011. Apabila kita tarik suatu garis lurus perbandingan dengan nilai dasar ASN Ber-AKHLAK dapat ditemui disana korelasinya sebagaimana digambarkan pada diagram berikut ini.

Secara singkat dideskripsikan bahwa Pegawai Negeri Sipil di Badan Kepegawaian Negara harus dapat melaksanakan budaya berorientasi pelayanan lewat pelayanan prima yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat; akuntabel dalam menjalankan kepercayaan yang diberikan secara jujur dan tanggung jawab; berkompeten lewat penerapan nilai disiplin dan bersemangat; harmonis lewat kerja sama dan semangat; loyal terhadap bangsa dan negara dalam penerapan nilai tanggung jawab dan disiplin; mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi lewat inovasi secara bertanggung jawab dengan tingkat disiplin yang tinggi; dan kolaboratif dalam membangun kerja sama yang sinergis dalam penerapan nilai bersemangat. 

 

Sistem WFA yang tepat sebagai dasar BKN untuk Bangkit Berkinerja Bersama

Working From Anywhere (WFA) atau Flexible Working Arrangements (FWA) sesungguhnya adalah sistem yang telah dikenal dunia sejak lama dan dalam satu referensi oleh Pemerintah Amerika Serikat bahkan hal ini telah dikaji dari tahun 2010. Dari kesemuanya itu satu hal yang menonjol adalah upaya justifikasi WFA  yang didasari atas prinsip meningkatkan kinerja dari para pegawai atau personel pemerintahan dengan mengambil potensi positif dari konsep “Work Balance Life”. Dengan kata lain secara global dunia sudah mulai menyadari bahwa kinerja pegawai sesungguhnya tidak diukur hanya lewat jumlah jam kerja dan keberadaan pegawai di tempat kerja semata tetapi lebih pada jumlah produk yang dapat dihasilkan sebagai jawaban atas target pekerjaan yang dibebankan padanya. Serta bagaimana dia menjalani perannya sebagai anggota masyarakat dan bagian dari keluarga. 

Perubahan Stay at Home Lifestyle, Back to Bottom of The Pyramid,  Go Virtual dan Emphatic Society yang kemudian dibenturkan dengan konsep “Organizational Resilence Management System (ORMS)”  diharapkan menghasilkan birokrasi yang lincah dan siap menjawab tantangan era ditruptif saat ini. 

Penyelenggaraan kebijakan Working From Anywhere (WFA) oleh BKN dalam mencapai tantangan reformasi birokrasi nasional dalam pengimplementasian core values ASN berakhlak dan budaya berkinerja sangatlah strategis karena posisi BKN sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam tataran penetapan juknis maupun penyiapan berbagai instrumen pendukung kebijakan pemerintah bidang Manajemen Kepegawaian Negara (ASN). Berangkat dari  prinsip ORMS yang menekankan pada pengelolaan risiko, sistem yang fleksibel, harmonis dan terintegrasi, serta peningkatan daya belajar organisasi. 

Karenanya diharapkan agar BKN dapat merancang suatu sistem Working From Anywhere yang memungkinkan terciptanya ASN yang mampu bekerja menyesuaikan dengan target pekerjaan yang dinamis, ASN yang senantiasa tehubung dengan berbagai stakeholder internal dan eksternal melalui media komunikasi yang eksis, terintegrasi melalui pemanfaatan aplikasi SPBE dimanapun mereka berada dan perangkat atau tools yang memungkinkan ASN untuk mengidentifikasi kebutuhan diri sendiri dalam hal pengembangan kompetensi sehingga dapat memenuhi kriteria budaya organisasi dengan tetap berpegang teguh pada kode etik BKN.  

Selain itu kita tidak boleh melupakan peran rumah dan lingkungan sekitar tempat kita melaksanakan mekanisme Working From Anywhere sebisa mungkin sebagai “Supporting System” dalam menjamin kualitas pelaksanaan sistem WFA. Sebab itu selain membenahi berbagai aspek penyelenggaraan sistem manajemen aparatur sipil negara pemerintah harus matang memikirkan bagaimana cara untuk mendewasakan pola pikir ASN agar mampu berkinerja secara maksimal dalam perspektif “Work life balance”  kedepannya sehingga Working From Anywhere menjadi upaya berkinerja dengan pencapaian prestasi kerja  yang lebih  humanis, produktif dan penuh inovasi yang tetap  berpedoman pada nilai dasarnya sebagai seorang ASN dan kode etik instansinya.

Keterkaitan antara semangat hut BKN ke-74 dengan tantangan yang dihadapi dalam menciptakan sistem WFA yang handal dapat dilihat pada diagram berikut ini.

Disimpulkan bahwa penulis berharap BKN dapat memaknai reformasi birokrasi dalam kode etiknya yang dipadukan dengan  budaya organisasi ASN Ber-AKHLAK kemudian diakomodir dalam prinsip penyelenggaraan WFA yang humanis berprinsip “Work Life Balance” dan berwawasan global lewat penerapan prinsip “Flexible Working Arrangement” dalam kerangka ORMS. Sedangkan metode transisi yang diharapkan adalah berorientasi pada peningkatan kemampuan organisasi untuk beradaptasi secara eksternal maupun internal.

 

Lampiran

(Foto Eviden Perubahan Pola Layanan di Kanreg IX BKN Jayapura di Masa Pandemi Covid-19)

Back To Top