The Power of Followership: Mengungkap Mitos Kepemimpinan
Pendahuluan
Selama ini, diskursus tentang kepemimpinan begitu dominan dalam literatur manajemen dan organisasi. Buku, seminar, hingga pelatihan manajemen, seringkali menempatkan pemimpin sebagai sosok sentral yang harus berpikir strategis, menginspirasi, dan mendorong perubahan. Namun faktanya, kepemimpinan “hanya” menyumbang sekitar 10%-20% dari keberhasilan (dan juga kegagalan) organisasi. Sementara sisanya ditentukan oleh pengikut.
Bayangkan sebuah orkestra: meski konduktor memimpin dengan tongkatnya, keindahan simfoni tercipta dari kolaborasi para musisi yang saling bekerja sama, menjaga ritme, dan melengkapi satu sama lain. Begitu pula dalam organisasi, dominasi wacana kepemimpinan seringkali justru berpotensi mengecilkan suara para pengikut. Ketika segala perhatian, alokasi sumber daya, dan kesempatan perubahan hanya terpusat pada “apa yang dikatakan” pemimpin, maka ide-ide segar dari lapisan bawah—yang sebenarnya berada paling dekat dengan proses operasional—semakin sulit terwujud.
Padahal, jumlah pengikut di setiap jenjang jauh lebih banyak dibanding pemimpin. Pengikut bukan sekadar pelaksana. Dalam banyak situasi, pengikut memiliki pengetahuan tentang kondisi di lapangan, memahami kebutuhan stakeholder, dan sering kali lebih cepat menangkap perubahan kebutuhan eksternal. Bahkan, seorang pemimpin di satu level organisasi, di waktu yang sama, berperan sebagai pengikut di level yang lebih tinggi, sehingga dinamika “kepemimpinan–pengikut” bersifat timbal balik.
Barbara Kellerman dalam tulisannya menekankan risiko terlalu mengglorifikasi peran pemimpin dan mengesampingkan peran pengikut. Kondisi ini akan menciptakan budaya di mana inisiatif perubahan “hanya boleh” muncul dari atas, sementara ide dari level bawah cenderung diabaikan atau bahkan tidak diberi ruang untuk berkembang. Akibatnya, para pengikut kehilangan kepercayaan diri, dan kreativitas mereka teredam karena merasa tidak akan didengar.
Tipologi Followership Menurut Robert Kelley
Untuk memahami lebih dalam tentang pentingnya peran pengikut, Robert Kelley menawarkan pendekatan yang menarik. Alih-alih melihat pengikut sebagai massa yang pasif, Kelley justru membingkainya sebagai individu dengan kapasitas berpikir dan bertindak yang beragam. Ia merumuskan lima tipe pengikut berdasarkan dua dimensi utama, yaitu: kemandirian berpikir (independent thinking) dan tingkat keterlibatan (level of engagement). Pengklasifikasian pengikut menurut Kelley dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1: Tipologi Followership Menurut Robert Kelley
Berdasarkan pada Gambar 1, Model tipologi followership menurut Kelley adalah sebagai berikut:
- Exemplary (Effective) followers, yaitu pengikut yang berpikir kritis, independent, serta aktif terlibat dalam organisasi. Mereka konsisten berperilaku positif tanpa tergantung pada posisi dalam struktur organisasi, dan mampu menghadapi konflik dengan bertanggung jawab. Mereka menjadi pelopor perubahan dan memiliki keahlian, jaringan, serta kekuatan informasi yang menjadikan mereka referensi bagi pemimpin. Jumlah mereka di organisasi sedikit, namun memainkan peran penting karena mampu mendorong perubahan.
- Conformist (Yes People) followers, yaitu pengikut yang aktif terlibat dalam organisasi, namun tidak pernah secara kritis mempertanyakan atau memikirkan apa yang dikerjakan. Mereka memiliki tingkat partisipasi yang tinggi, tetapi cenderung menghindari konflik dan tidak menantang struktur atau aturan yang ada. Mereka lebih memilih untuk loyal terhadap atasan dan menghindari risiko dengan tetap mengikuti arahan tanpa mengkritisi. Karakteristik yang paling menonjol adalah mereka memainkan peran sebagai pengikut yang patuh tanpa memberikan kontribusi ide atau inovasi.
- Passive (Sheep) followers, yaitu pengikut yang cenderung tidak aktif, serta tidak menunjukkan inisiatif untuk melakukan perubahan. Mereka tidak terlibat secara fisik maupun pemikiran dalam kemajuan organisasi serta memiliki daya kritis yang Partisipasi mereka bergantung pada kepemimpinan yang ada. Mereka mengikuti arahan tanpa mengambil tanggung jawab. Disebut “The Sheep” oleh Kelley karena mereka lebih suka dikendalikan dan sering kali terjebak dalam budaya menyalahkan orang lain. Jumlah mereka hanya sekitar 5-10% dalam organisasi, namun peran mereka sebagai pengikut yang pasif dapat menghambat kemajuan dan inovasi dalam organisasi.
- Alienated (Skeptical) followers, yaitu pengikut yang memiliki pemikiran kritis yang tajam, tetapi sering kali mengekspresikan kritik secara berlebihan tanpa memberikan kontribusi nyata dalam tindakan. Mereka cenderung terasing dalam organisasi, mereka skeptis, negatif, dan kehilangan kekuasaan, terutama jika tidak mendapatkan promosi atau posisi tertentu. Mereka lebih banyak mengkritik dan menambah ketegangan daripada membantu memperbaiki keadaan. Meskipun keberadaan mereka sekitar 15-25% dalam organisasi, kehadirannya bisa mengganggu dinamika tim dan menghambat perubahan yang konstruktif.
- Pragmatic (Survivor) followers, yaitu pengikut yang tingkat pemikiran kritis dan keterlibatannya dalam organisasi cenderung moderat. Mereka mengutamakan keselamatan diri, lebih memilih untuk menghindari konflik, dan bertindak sesuai dengan situasi. Dalam organisasi, mereka berjumlah sekitar 25-35% dan sering kali tidak sepenuhnya loyal terhadap tujuan organisasi, bahkan mereka terlibat dalam politik internal. Meskipun mereka bisa berubah menjadi tipe pengikut yang lebih baik atau lebih buruk, perubahan tersebut sangat bergantung pada bagaimana pemimpin memberdayakan mereka.
Pengaruh Tipe Pengikut terhadap Kepemimpinan
Penelitian menunjukkan bahwa tipe pengikut memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan kepemimpinan. Tipe pengikut yang proaktif (yang digambarkan Kelley sebagai Exemplary Follower), akan memberikan dampak positif terhadap organisasi. Mereka berani berpikir mandiri dan bahkan tak segan mengoreksi pemimpin apabila melenceng dari tujuan organisasi. Sebaliknya, pengikut yang pasif justru bisa menghambat efektivitas kepemimpinan dan akhirnya menurunkan daya saing organisasi.
Dalam beberapa kasus, pengikut yang awalnya tipe exemplary bisa beralih menjadi tipe alienated follower jika mereka merasa tidak dihargai atau didukung. Pengikut yang memiliki pemikiran kritis dan semangat partisipatif bisa merasa frustasi saat masukan mereka diabaikan, hingga akhirnya memilih menarik diri atau mengkritik tanpa memberikan kontribusi lebih lanjut.
Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memahami dan merespon kebutuhan serta aspirasi dari pengikutnya. Pemimpin yang abai terhadap dinamika ini akan kehilangan potensi besar dari pengikut yang sebenarnya mampu membawa perubahan positif.
Sebaliknya, pemimpin yang mampu membangun lingkungan kerja terbuka, mendengarkan, dan menghargai kontribusi pengikut akan memperkuat hubungan timbal balik yang sehat, dan ini akan menjadi fondasi bagi inovasi dan keberhasilan organisasi.
Untuk membantu mengenali tipe pengikut, Kelley telah mengembangkan sebuah instrumen berupa daftar pertanyaan. Instrumen ini tidak hanya membantu memetakan karakteristik pengikut, tetapi juga menumbuhkan kesadaran bahwa followership merupakan aset penting organisasi. Dengan pemetaan ini, pemimpin dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam tim mereka. Hal ini juga akan membantu pemimpin untuk menyesuaikan gaya kepemimpinan mereka sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing pengikut.
Penutup
Kepemimpinan yang efektif tidak hanya bergantung pada kemampuan pemimpin dalam mengambil keputusan, tetapi juga pada peran pengikut dalam mewujudkan visi dan tujuan bersama. Pemetaan tipe pengikut dapat membantu menciptakan sinergi yang lebih kuat antara pemimpin dan pengikut. Tetapi hal yang perlu diingat, instrumen pemetaan ini harus digunakan dengan bijak melalui observasi dan interaksi langsung, bukan sekedar mengandalkan instrumen formal.
Dengan memahami potensi tipe pengikut, organisasi dapat mempertahankan exemplary follower, yaitu pengikut yang kritis, inisiatif, dan loyal. Sebaiknya, pengabaian terhadap mereka berisiko membuat mereka berubah menjadi alienated follower, yang menarik diri karena merasa frustasi, dan berpotensi menghambat kemajuan organisasi.
*Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan institusi atau pihak mana pun.
Penulis: Rista N. F.
Unit: Biro Sumber Daya Manusia